Akhir pekan kemarin saya datang kembali ke Tangse untuk yang
kedua kalinya. Perjalanan hari itu terasa istimewa karena saya membawa misi
besar: Menikmati sepuasnya durian Tangse.
Ya, sebab saat pergi ke Tangse untuk yang pertama kalinya,
saya kecewa berat. Saya tak sempat menikmati legitnya durian Tangse. Pasalnya,
hari itu hujan deras dan kami harus bergegas pulang. Sepanjang jalan pulang
saya terus membesarkan hati.
Tangse adalah salah satu daerah di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh. Jaraknya sekitar 40 KM dari Sigli. Selama ini Tangse memang dikenal sebagai daerah penghasil beras dan durian terbaik di Aceh.
Jadi, kalau kita ke Tangse tanpa menikmati buah duriannya, rasanya memang tak lengkap. Maka perjalanan pertama saya ke Tangse ketika itu benar-benar terasa hampa. Oleh sebab itu, saya tak ingin kecewa untuk yang kedua kalinya.
Jadi, kalau kita ke Tangse tanpa menikmati buah duriannya, rasanya memang tak lengkap. Maka perjalanan pertama saya ke Tangse ketika itu benar-benar terasa hampa. Oleh sebab itu, saya tak ingin kecewa untuk yang kedua kalinya.
Sebenarnya tujuan perjalanan akhir pekan kemarin adalah
menuju Geumpang. Jaraknya sekitar 37 KM melewati Tangse. Saya pergi bersama orang
kantor dengan tujuan dinas. Tapi durian Tangse selalu membayangi pikiran saya.
Maka ketika mobil kami mulai menelusuri jalanan Tangse, saya
berulang kali mengingatkan untuk tidak lupa berhenti sejenak sepulangnya nanti.
Usulan saya tersembut mendapat sambutan serius dari penghuni mobil hehe.
“Tenang, nanti kita cari yang mantap. Kita cari durian yang
kuning,” ujar Pak Rahmat, pemimpin rombongan kami.
Sepanjang jalan tampak pondok-pondok kecil berdiri untuk
menjajakan durian. Lagi-lagi saya harus bersabar melihat tumpukan durian
tersebut. Setelah pekerjaan di Geumpang selesai. Mobil pun bergegas kembali ke
Tangse.
Ternyata Pak Rahmat punya langganan durian. Saya lupa namanya
sebab pikiran saya langsung kacau saat pria bekulit gelap tersebut membuka durian
dengan pisaunya.
Duriannya kecil itu dibukanya perlahan-lahan, lalu saat kami
menarik kulitnya dari dua sisi. Terlihatkan tiga biji durian dengan balutan
dagingnya yang kuning.
Saya mencomot bagian paling menarik yaitu yang paling ujung.
Saya menariknya perlahan hingga dagingnya lepas dari kulit durian. Saking
legitnya, tak ada daging yang tersisa saat terlepas dari tampuk durian
tersebut.
Durian kuning ini terasa manis. Dagingnya tebal dan terasa
begitu legit. Saya menikmatinya secara perlahan. Belum habis satu ruas durian
tersebut, Pak Rahmat sudah membelah durian lainnya.
Kali ini, ia membelah durian yang durinya agak kasar.
Sepintas durian tersebut sangat tidak menarik. Bentuknya tidak simeteris.
Ketika dibelah dagingnya berwarna putih. Saya pun kurang bersemangat melihat
tampilan buah yang satu ini.
Tapi semua anggapan tersebut sirna, saat saya menyentuh
dagingnya. Lembut dan lumayan tebal. Untuk menjawab rasa penasaran itu, saya
meninggalkan sejenak si Kuning tadi, yang masih tersisa setengah buah lagi.
Saya coba untuk cicipi si putih tak menarik itu. Jleb!
Ternyata rasanya lebih manis dari si kuning. Tekstur dagingnya pun lebih legit.
Saking nikmatnya, saya sampai lupa dengan si kuning tadi. Ah, maafkan saya.
Memang tak boleh menilai durian hanya dari kulitnya saja,
hehehe
Ada sekitar 8 buah durian yang kami belah hari itu. Dengan
warna dan tekstur yang beragam. Untuk jumlah tersebut kami hanya perlu merogoh
kocek 150 ribu. Harga yang pantas untuk kualitas durian Tangse yang super.
Akhirnya, perjalanan hari itu benar-benar menjadi penawar
rasa kecewa saya. Sebab hari itu saya pernah bertekad, demi durian Tangse, saya
akan kembali!
Dan Tuhan, menjawab semuanya dengan manis. Semanis durian
Tangse!