Desa Blang Asan berada di jalan
lintas nasional Medan – Banda Aceh, tepatnya di daerah Matang Gelumpang II.
Mendengar kata Matang, kita akan langsung teringat betapa terkenalnya daerah
ini dengan kuliner satenya.
Setiap penyintas yang melewati
jalan ini, akan selalu menyempatkan berhenti sejenak untuk menikmati kuliner
khas Kabupaten Birueun tersebut. Lekatnya kuliner sate ini di benak orang,
menjadikan Matang kian terkenal.
Namun di balik tersohornya kawasan
Matang ini, ternyata ada persoalan serius yang luput dari perhatian orang yaitu
masalah sampah. Sempitnya lahan di kawasan ini karena merupakan daerah padat
penduduk, serta minimnya tempat pembuangan sampah akhirnya mendorong masyarakat
setempat untuk membuang sampah di tepi-tepi jalan nasional itu.
Bahkan, ada sebagian masyarakat
yang membuang sampah rumah tangganya di selokan. Kondisi ini tentu saja akan
jadi masalah serius jika tiba musim hujan. Sampah-sampah tersebut akan memicu
terjadinya banjir dan mengundang sejumlah persoalan lainnya.
Persoalan sampah inilah yang
kemudian mencuri perhatian Abdul Halim. Ia melihat masalah ini terus
berlarut-larut dan tidak mampu tertangani dengan baik. Padahal, masalah sampah
adalah masalah kita bersama.
Untuk itulah, Abdul Halim
bertekad untuk menggerakan kesadaran masyarakat setempat terhadap persoalan
sampah ini. Ia kemudian berinisiatif untuk mendirikan pengelolaan sampah secara
terintegrasi.
“Karena persoalan sampah di Desa
Blang Asan ini sudah sangat serius,” ucapnya.
Setidaknya ada beberapa hal yang
mendorong Abdul Halim bertekad untuk mengatasi persoalan sampah ini melalui
program yang gagasnya tersebut. Pertama, ia ingin menumbuhkan kesadaran
masyarakat untuk mulai terbiasa memilah sampahnya di rumah. Karena dengan
demikian, volume sampah yang dibuang masyarakat akan berkurang.
Kedua, Pemerintah Kabupaten Bireuen
setiap tahunnya mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk masalah sampah ini
yaitu Rp. 5 milyar. Angka tentu saja sangat fantastis sehingga perlu upaya
bersama untuk menekan pembiayaan tersebut, yang semestinya bisa dimanfaatkan
untuk hal lain.
Ketiga, persoalan sampah di
daerah ini seperti tidak menemukan titik terang. Setelah sebelumnya, sempat
terjadi penolakan oleh masyarakat atas ide pemerintah untuk mendirikan Tempat
Pembuangan Akhir (TPA).
Selanjutnya, Abdul Halim pun mulai
membangun komunikasi dengan perangkat desa Blang Asan untuk idenya tersebut. Khususnya
kaum ibu, mengingat merekalah yang paling memahami urusan rumah tangga. Selain itu,
harus diakui, sampah rumah tangga justru berasal dari kaum perempuan ini.
Maka Abdul Halim berupaya
menggerakan kaum ibu ini untuk lebih peduli terhadap sampah rumah tangganya.
Karena gerakan Abdul Halim ini berangkat dari ketulusannya untuk mengurangi
beban masyarakat, maka gerakannya mendapat sambutan positif dari perangkat desa
setempat.
Masyarakat Blang Asan pun cukup
antusias untuk mulai terlibat dalam pengelolaan sampah ini. Dari 110 Kepala
Keluarga (KK) di Kampung Blang Asan, 60 KK di antaranya sudah terlibat dari
program pengelolaan sampah yang digagas Abdul Halim ini.
Ia mengajak masyarakat setempat
untuk mulai memilah sampahnya di rumah. Langkah sederhana ini bertujuan untuk
mengurangi timbunan sampah yang dibuang masyarakat. Selanjutnya, ia mendorong hadirnya
layanan pengangkutan sampah di desa Blang Asan.
Seiring waktu berjalan, program
ini pun mulai memberikan dampak positif bagi masyarakat Blang Asan. Hal ini
terlihat dari kurangnya timbunan sampah dari masyarakat. Sebab masyarakat sudah
mulai terbiasa memilah sampahnya terlebih dahulu di rumah sebelum dibuang.
Selain itu, kegiatan ini juga
berhasil menjadi income bagi desa Blang Asan. Sebab program ini berkolaborasi
dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES), di mana setiap dua hari sekali petugas
mengambil sampah di lingkungan warga.
Termasuk pula hadirnya Bank
Sampah, yang kian mendorong masyarakat untuk lebih semangat dalam mengelola
sampah rumah tangganya. Sebab sampah-sampah yang dinilai produktif tersebut
dapat dikonversikan menjadi uang.
Menurut Abdul Halim, kehadiran
Bank Sampah ini juga bertujuan untuk keberlanjutan program yang dijalankannya. Karena
dengan adanya Bank Sampah, maka masyarakat merasa memiliki tanggung jawab
bersama untuk mengelola sampah.
Menariknya, Bank Sampah di Blang
Asan ini menjadi Bank Sampah pertama yang hadir di Kota Bireuen. Kerena itulah,
dirinya berharap program ini dapat menginspirasi daerah lainnya khususnya di
daerah yang padat penduduk.
Adapun dampak lainnya yang tak
terlihat adalah, mulai tumbuhnya pemahaman masyarakat terhadap pengelolaan
sampah. Karena itulah, Abdul Halim juga kerap memberikan sosialiasi terhadap
pengelolaan sampah.
Program pengelolaan sampah
terintegrasi ini pun mulai mendapat perhatian dari banyak pihak. Abdul Halim
pun mulai kolaborasi dengan berbagai instansi. Hasilnya, banyak dukungan yang
datang untuk membantu program pengelolaan sampah ini.
Misalnya bantuan dari Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktorat Pengelolaan Sampah, yang memberikan bantuan becak motor untuk mengangkut sampah. Atau
bantuan dari Bank Aceh yang memberikan dukungan tong sampah bagi warga Blang
Asan.
Abdul Halim memahami, semangat
saja tidaklah cukup untuk menjalankan program yang telah dirintisnya ini. Karena
itulah, ia terus meng-update pengetahuannya terhadap pengelolaan sampah. Abdul
Halim rutin mengikuti zoom meeting atau seminar yang bertemakan sampah atau
kebersihan lingkungan.
Abdul Halim ingat, bagaimana
ia memulai semua ini karena terinspirasi
pengalamannya saat mengikuti kunjungan kerja Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPRD)
Bireuen ke Kota Surabaya. Di tempat tersebut, ia mendapatkan banyak pengalaman
berharga untuk mengelola sampah. Semangat dan ilmu inilah yang kemudian menjadi
perpaduan yang sempurna untuk menggerakan kesadaran masyarakat terhadap sampah.
Apresiasi Astra Kian Mendorong Semangat Abdul Halim
Kontribusi Abdul Halim terhadap
upaya mengatasi sampah di Blang Asan ini, akhirnya menjadikan dirinya terpilih
sebagai penerima SATU Indonesia Awards tingkat provinsi tahun 2021. Awards ini
merupakan bentuk apresiasi Astra terhadap anak bangsa yang telah menunjukan
komitmennya untuk terus berkontribusi bagi masyarakat, yaitu demi terwujudnya
kehidupan berkelanjutan yang lebih baik melalui berbagai bidang. Seperti bidang
kesehatan, pendidikan, lingkungan, maupun kewirausahaan dan teknologi.
Menurut Abdul Halim, penghargaan
ini sangatlah berarti terhadap ikhtiarnya untuk menciptakan lingkungan yang
lebih bersih dan sehat. Sebab melalui apresiasi Astra ini, Abdul Halim mendapat
jejaring yang lebih luas dan saling mendukung terhadap niat baiknya tersebut.
“Upaya Asrta ini sangat membantu saya dalam menemukan ide-ide
kreatif dari banyak pihak, sehingga keberlanjutan program ini bisa terus berjalan,” ucapnya.
Penghargaan yang diberikan Astra ini memang sangat
disyukurinya, hal ini setidaknya menguatkan keyakinannya bahwa ikhtiar yang ia
lakukan adalah benar-benar berangkat dari hati yang tulus. Semua yang Abdul
Halim lakukan ini adalah panggilan hatinya, bahwa ia hanya ingin berbuat
sesuatu untuk membantu masyarakat, menghadirkan kehidupan masyarakat yang lebih
baik.
Maka ia berharap, program ini dapat terus berjalan. Dan
salah satu impiannya besar terhadap program ini adalah, lahirnya pengelolaan
sampah yang terpadu di Kabupaten Birueuen. Dengan demikian, persoalan sampah
dapat terus terurai di tengah-tengah masyarakat.
Cita-cita itulah yang akan terus bersamayam dalam dirinya.