Bondan Winarno (Sumber foto: duniaku.net) |
Bondan Winarno telah
tiada. Kepergiannya cukup mengejutkan. Tak ada lagi tulisan menarik yang
dituliskannya. Tak ada lagi narasi “maknyus yang selalu dinikmati pembacanya.
Saya hampir tak percaya saat mendengar kabar Bondan Winarno
telah tiada. Berita duka ini pertama kali saya ketahui diakun Twitter salah
seorang tokoh politik Indonesia. Mendengar kabar itu, saya pun langsung menuju
akun instagram Pak Bondan, begitu ia kerap disapa.
Doa serta kata-kata belasungkawa ternyata telah mewarnai
akun penggiat kuliner ini.
Nah, malam tadi istri saya pun
mengingatkan kepada saya. Apakah saya tidak berniat untuk membuat tulisan
khusus untuk Pak Bondan? Mengingat selama ini Pak Bondan adalah salah satu
penulis favorit saya.
Saya pun merenung sejenak. Ah, benar juga.
Nah, tulisan ini saya dedikasikan kepada Pak Bondan untuk semua inspirasi yang telah ia berikan. Untuk semua hal baik
yang telah ia tularkan kepada pembacanya.
Bagi saya, kepergian Pak Bondan adalah sebuah kehilangan. Sebab
Pak Bondan adalah salah satu rujukan saya dalam menulis. Beberapa tulisan Pak Bondan juga saya arsip di
hardisk.
Bukunya yang berjudul, Jalan Sutra adalah referensi saya
dalam menulis seputar traveling. Buku yang secara tak sengaja saya temukan
saat mencari bahan skripsi.
Narasi Pak Bondan adalah narasi yang mengalir secara alami. Gaya
menulisnya yang story telling selalu
menarik untuk diikuti. Sebagai pembaca, tanpa sadar kita pun larut dalam
cerita-cerita yang dituliskannya.
Membaca narasi Pak Bondan di Jalan Sutra (Sumber foto: duniku.net |
Hal menarik lainnya, adalah kemampuan Pak Bondan
mendiskripsikan sesuatu objek. Ia mampu menghadirkan apa yang dilihat,
dirasakannya dalam imajinasi pembaca.
Padahal, dalam
tulisannya sering kali tidak menyertakan foto. Tapi begitu membaca tulisannya, semua
yang dinarasikan terasa begitu nyata.
Misal, saat ia mendiskripskan nikmatnya Rujak Blang Bintang
di Aceh Besar. Saya, yang awalnya tak terlalu perhatian dengan rujak yang
selalu ramai tersebut. Tiba-tiba saja rasanya penasaran untuk mencicipi kuliner
khas Aceh ini setelah membaca reportase Pak Bondan.
Contoh narasi Pak Bondan saat menjelaskan Rujak Blang
Bintang.
“Warung ini baru buka pukul tiga
petang, dan langsung diantre orang. Penjualnya seorang pria yang terus-menerus
mengulek bumbu. Buah-buahan yang sudah dipotong kecil-kecil tersedia di sebuah
baskom besar. Sedangkan buah segar yang belum dipotong dipajang memenuhi sebuah
meja. Buah-buahannya sangat lengkap: pepaya, mangga, kuini, ubi jalar, nanas,
bengkuang, kedondong, ketimun,”
Pak Bondan juga jujur dalam tulisannya. Jika suatu makanan
kurang enak, ia akan menilainya apa adanya. Menarasikannya secara
porporsional. Begitu pula jika makanan tersebut terasa lezat, tak ada narasi bombastis
dari Pak Bondan untuk mengungkapkannya.
Point penting dalam tulisan Pak Bondan sebenarnya adalah ia
menguasai secara utuh karyanya sendiri. Ia punya banyak referensi untuk
mendukung kualitas tulisannya. Pengetahuannya dalam dunia kuliner cukup
mumpuni.
Maka kalau membaca tulisannya, kita tak sekadar mendapat
hiburan tapi ada banyak hal baru bisa kita temukan.
Dalam menulis, Presenter Kuliner dengan nama lengkap Bondan
Haryo Winaro ini juga menghormati latar belakang pembacanya. Contohnya saat ia
menuliskan makanan yang bahan dasarnya adalah daging babi.
Ia sadar, kalau
pembacanya berasal dari latar belakang yang beragam. Maka di awal tulisannya, ia
terlebih dahulu mengingatkan pembacanya yang muslim. Ia minta maaf jika tulisan
ini nantinya membuat mereka tidak nyaman.
Hal-hal sederhana seperti ini jarang sekali saya temukan
dalam sebuah tulisan. Saya kira, inilah semangat toleransi yang coba disampaikan
Pak Bondan melalui tulisannya. Sebagai seorang muslim, saya pun respect melihat sikapnya demikian.
Seperti jargon maknyus,
yang dipopulerkannya. Begitulah saya menyebut tulisan-tulisan Pak Bondan yaitu
dengan sebutan narasi maknyus. Narasinya yang ringan dan nikmat dibaca, tak
ubahnya makanan yang selalu menggoda.
Kini, Pak Bondan telah tiada. Ia pergi meninggalkan kita
semua. Sebagai pembaca dan orang yang belajar banyak dari tulisannya, tentu kepergiannya
adalah sebuah kehilangan besar bagi saya.
ABOUT THE AUTHOR
Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible
Innalillahi Wainnailaihi rojiun
BalasHapussemoga amal ibadah beliau di terima di sisiNYA aamiin
Sebuah kehilangan besar :(
Hapusselamat jalan pak. anda memang benar-benar menginspirasi. jika gajah mati meninggalkan gading, maka manusia mati meninggalkan jasa. kau akan selalu dikenang pak.
BalasHapusMaknyussss........ tulisannya :D
Terima kasih Gan, semoga kita bisa mengambil hal-hal baik dari Pak Bondan :)
Hapusrekam jejaknya sebagai wartawan, memang memungkinkan bagi beliau untuk punya tulisan berkualitas super ya. Tulisan ini pun sudah sangat top markotop. Tapi, untuk 'ah' kenapa dimiringkan?
BalasHapusKarena Ah, tak baku :D
HapusTulisan ini, juga maknyus. Sepertinya rasa mendiang Bondan Winarno, sedang kuat dirasa sang penulis. Sederhana, jujur, mudah dimengerti.
BalasHapusBtw, makasih Nu. Ada satu kutipan penting dari tulisan ini yang jadi pengingat untuk saya.
Terharu awak, tulisan ini bisa menginspirasi penulis dari dataran tinggi seperti abang :))
HapusTulisan Pak Bondan memang maknyuss, suka dengan gayanya bercerita..
BalasHapusSosok yang inspiratif!
Ya, low profile lagi :)
HapusAkupun sedih pas tau pak bondan meninggal. Sebagai org yg suka traveling dan kuliner, kdg aku baca referensi pak bondan pas mampir ke suatu tempat. Kalo ada resto yg pernah dia ulas, sebisa mungkin aku datangin juga
BalasHapusSemoga fany bisa meneruskan jejak Pak Bondan :D
Hapus