Menikmati Cantiknya Indonesia Ketika Pagi dari Lereng Sindoro



Di saat gulita masih menyelimuti belahan bumi lain. Pagi telah tiba di Gunung Sindoro. Ketika mentari merekah, tampaklah indahnya alam Indonesia. Pada pagi yang dingin itu, saya tersenyum sendiri, saat menikmati cantiknya Indonesia di waktu Pagi


Keheningan menyelimuti Gunung Sindoro. Hanya terdengar desiran angin yang bertiup dari lereng gunung. Saya merapatkan kembali jaket agar sejuknya tidak kian menusuk di badan. Malam itu, setapak demi setapak saya melangkahkan kaki. Menembus malam yang diselimuti kabut Sindoro yang kian pekat.

Dari earphone, suara lembut Lionel Richie yang menyenandungkan lagu i can't get over you mengalun syahdu. Menemani pendakian sekaligus memecah keheningan saya malam itu.

Saya berjalan bersama pendaki lain. Sesekali kami bercerita untuk menghangatkan suasana. Meskipun baru kenal di jalan, tapi kami langsung akrab. Mungkin, karena kami punya keterikatan emosional yang sama, mencintai alam Indonesia ini.

Saya melirik arloji, jarum jam menunjukkan pukul 4 dini hari. Artinya, beberapa menit lagi Subuh akan tiba. Dalam tas, saya telah membawa sarung untuk persiapan salat Subuh nanti. Saya tahu pendakian ini masih jauh. Butuh beberapa jam lagi untuk mencapai puncak Sindoro. Sementara ini, pendakian baru saja melewati Pos III.

Padahal niatnya, saya ingin salat Subuh di puncak. Tapi tak apalah, bukanlah salat di awal waktu lebih baik, gumam saya.

Subuh pun tiba. Saya ber-tayamum dengan meletakkan tangan di atas pasir gunung yang dingin. Lalu, dalam pagi yang syahdu itu. Saya larut dalam keheningan bersama sang Pencipta. Meresapi rasa syukur sedalam-dalamnya, karena Tuhan telah memberikan saya kesempatan untuk menapaki sepotong surga di alam Indonesia ini.

Sebenarnya, malam itu saya mendaki bersama dua orang teman yaitu Adi dan Uroe. Namun, Adi memutuskan untuk rehat di Pos III. Adi sendiri, telah berulang kali mendaki gunung ini. Maka rasanya wajar, jika ia enggan melanjutkan pendakian. Saat saya tanya mengapa? Ia menjawab singkat.

“Aku malas saja,”

Tinggallah saya dan Uroe, yang sama-sama asing dengan jalur pendakian ini. Karena alasan itu pula, kami bergabung dengan pendaki lain.

Setelah salat, perjalanan pun dilanjutkan.

“Dingin banget ya, serasa minum air kulkas,” ujar seorang pendaki setelah ia menegukkan air mineral.
“Mau yang anget, ke warung sana,” timpal temannya. Saya hanya tersenyum melihat lakon dua pendaki ini.

Pendakian selalu memberikan prespektif yang baru dalam diri saya. Saya sadar, di alam ini semuanya  menjadi istimewa. Bahkan, sesederhana apapun perbincangan bisa menjadi berkesan. Dan saya pun berdebar, karena sebentar lagi saya akan menyaksikan pesona lain dari Maha Karya Sang Pencipta.

“Lihat… lihat….!,” seorang pendaki mengarahkan telunjuk tangannya ke arah nun jauh di sana. Perhatian kami pun tertuju.

Seketika mata saya berbinar, karena di sana tampaklah seberkas cahaya merah yang perlahan mengintip dari lereng gunung.

“Ya Allah, cantik banget yaa,” gumam saya.

Suasana Pagi dari Lereng Sindoro
Perlahan berkas sinarnya pun semakin terang. Menyingkapkan gulita yang menyelimuti Gunung Sindoro sepanjang malam. Waktu terasa terhenti, saat di hadapan saya terlihat dengan jelas pesona Gunung Sindoro di waktu pagi.

Sekumpulan awan cumulus berarak lembut lalu memeluk lereng Gunung Sumbing yang tepat di hadapannya. Sementara nun jauh di sana, juga terlihat Gunung Merbabu dan Merapi yang puncaknya menembus gumpalan awan.


Dari tempat saya menginjakkan kaki ini. Perasaan saya serasa berada di atas awan. Karena seluas apapun mata memandang, yang terlihat hanyalah awan putih. Bak gumpalan kapas yang melayang.


Selamat Pagi Indonesia! Kau Cantik Sekali Pagi Ini.

Menyaksikan semua ini, jiwa saya menghangat. Pagi yang tenang namun mampu menghadirkan bermacam-macam perasaan yang sulit diungkapkan. Sebagian pendaki lain tampak asyik mengabadikan cantiknya Indonesia pagi itu.

Saya pun sesekali mengambil gambar. Lalu menarik nafas dalam-dalam, merasakan segarnya udara pagi.


Di sini, kita seperti menemukan hidup yang baru. Segala keletihan selama perjalanan tadi malam perlahan lenyap. Lalu tergantikan dengan semangat baru. Indonesia di waktu pagi telah menjadi energi bagi semua pendaki.



Tak ada seorang pun yang merasa menyesal karena telah berjalan sejauh ini. Apalagi saya, yang telah menempuh ribuan kilometer dari tanah Aceh sana. Meskipun saya sadar, pesona pagi itu durasinya hanya sebentar. Namun cantiknya Indonesia pagi itu telah menjadi candu, yang mampu mengobati keletihan para pecinta alam.

Pada pagi yang dingin itu, saya tersenyum sendiri, saat menikmati cantiknya Indonesia di waktu Pagi.




Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible

12 comments:

  1. Sunrise di puncak gunung adalah salah satu hadiah terbaik dari yang maha kuasa untuk semesta ini bang Ibnu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dan bersyukurlah kita bisa menikmatinya di negeri sendiri ya Bang :D

      Hapus
  2. sindiro...aku lahir langsung lihat ini gunung, emang keren ini gunung

    BalasHapus
  3. Saat mendaki dan sampai di atas itu, rasanya beruntung sekali Allah memebrikan kesempatan untuk hidup dan menikmati alamnya
    saat di atas terasa sekali bahwa kita itu kecil di matanya, dari bentangan alam yang begitu luas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yup, perasaan yang sulit dijelaskan kalau sudah sampai di atas ya Bang :)

      Hapus
  4. Itulah kenapa aku lbh seneng gunung drpd pantai :) . Rasanya melihat alam dr atas itu, jauh lbh indah drpd di bawah :D. Dan kitanya jd merasa lbh kecil

    BalasHapus
  5. Sindoro emang cakep banget ya, ngga senyal udah jauh2 dan hancur2an naklukin puncaknya :D

    BalasHapus