Leuser, Destinasi Impian Para Pecinta Alam


Sore itu Palawangan sedang diselimuti kabut. Usai mendirikan tenda saya berkeliling sejenak, menikmati syahdunya lereng gunung Rinjani ini.  Saya mendekati para pendaki lain yang tampaknya sedang melepas lelah. Mereka baru saja tiba.

Saya menyapa mereka ramah. Mungkin, karena kami memiliki hobi yang sama maka hanya butuh waktu singkat bagi kami untuk akrab.

Wah dari Aceh Bang, udah ke Leuser dong,” ucap Bang Eric spontan, seorang pendaki bertubuh tambun asal Bekasi.

Pertanyaan Bang Eric itu membuat saya tertohok. Saya benar-benar tak menduga ia akan bertanya demikian. Ada semacam perasaan malu dalam diri saya. Sebab sebagai orang Aceh, saya bersusah payah menapaki gunung nun jauh dari tanah kelahiran saya. 

Sementara di sini, Aceh, tempat saya lahir telah Allah karuniakan gunung yang tak kalah pesonanya dengan  gunung-gunung yang ada di Indonesia. Itulah Gunung Leuser, yang merupakan destinasi impian para pecinta alam.

Menatap Leuser (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Perbincangan sederhana di lereng Gunung Rinjani hari itu tiba-tiba terngiang lagi dalam memori saya. Tepatnya saat saya mengikuti diskusi seputar ekosistem Leuser bersama para penggiat Leuser di sebuah kedai kopi Kota Banda Aceh.

 Saat itu, seorang pejabat dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh berkata dengan lantangnya.
“Kita ini lucu, kalau lihat data banyak sekali peneliti luar yang datang ke Leuser. Semestinya, kitalah orang Aceh yang lebih sering ke sana,” ujarnya.

Maka nama Leuser terus berdengung dalam diri saya. Ada semacam rasa bersalah dalam diri saya sebagai orang Aceh,  jika tak sekalipun menginjakkan kaki di sana.

Leuser di Mata Para Pecinta Alam

Di kalangan pendaki Indonesia, dikenal istilah Seven Summit yaitu tujuh gunung tertinggi di pulau-pulau besar di Indonesia, yang merupakan impian para pendaki. Ketujuh gunung itu adalah Kerinci di Pulau Sumatra, Semeru di Pulau Jawa, Rinjani di NTB, Binaiya di Maluku, Latimojong di Sulawesi, Bukit Raya di Kalimantan dan Carstenzs Pyramid di Papua.

Nah, meskipun Leuser tidak termasuk dalam katagori Seven Summit, namun para pendaki Indonesia tetap merasa belum lengkap cerita pendakiannya jika tak memasukkan Leuser. Sekalipun mereka telah “menaklukkan” ketujuh gunung tersebut.

Sajian Alam di Kawasan Ekosistem Leuser (Sumber: Leuser Lestari)


Suasana di Puncak Leuser (Sumber: Leuser Lestari)

Sebelum menuliskan Cerita Leuser ini, saya sempat mewawancarai beberapa teman pendakian. Fahmi misalnya, pendaki asal Bekasi ini telah menjajal sebagian besar gunung di Indonesia. Seven Summit-nya hampir purna. Namun Leuser tetap menjadi impian hidupnya.

“Sebenarnya Leuser lebih ke persoalan rindu hahah... Sebab Leuser lebih menantang. Binatang buasnya masih ada, airnya juga masih banyak” ungkapnya.

Begitu pula Adi, teman pendakian saya asal Jogjakarta. Adi telah berulang kali turun gunung. Namun semenjak 2016 ia sudah gantung carrier. Tapi malam itu, saat kami berbincang tentang Leuser tiba-tiba saja hasratnya untuk menjajal Leuser hadir kembali. Leuser telah lama masuk dalam list destinasi impiannya.

“Kalau track-nya panjang biasanya hutannya lebat. Bener-bener hutan, enggak seperti gunung di sekitar sini yang track-nya cenderung gersang,” Adi mengungkapkan alasannya mengapa harus mendaki Leuser.

 
Sejumlah Pendaki di jalur pendakian Leuser (Sumber:  Superadventure)
Adi sempat terkejut saat saya katakan butuh waktu dua minggu untuk sampai ke puncak Leuser. Sejauh ini track terpanjang yang pernah ditempuhnya adalah Gunung Argopuro yaitu 4 hari perjalanan.

Lantas, apa yang menjadi daya tarik Leuser di mata para pendaki Indonesia?

Dua cerita teman saya tersebut setidaknya menunjukkan bahwa Leuser benar-benar memiliki pesonanya tersendiri. Ada daya tarik yang membuat warisan dunia ini menjadi perhatian para pecinta alam.

Kita tentu masih ingat, pada penghujung April 2016 saat Leonardo De Caprio secara diam-diam mendaratkan helikopternya di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dan akhirnya diketahui publik. Nama Leuser pun  kembali menjadi perbincangan.

Bagaimana mungkin aktor ternama Hollywood itu bela-belain menyewa helikopter, hanya untuk tiba di Taman Nasional yang nun jauh dari rumahnya. Saat Leo mem-posting fotonya bersama seekor gajah di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), ia pun mengungkapkan alasannya.

"Leonardo DiCaprio Foundation mendukung usaha perlindungan alam di Taman Nasional Gunung Leuser, tempat terakhir di mana Orangutan Sumatera, macan, badak dan gajah bisa hidup di alam liar," tulis pemeran utama  film The Revenant ini.

Leuser: Laboratorium Alam yang Sempurna

Seperti kata Adi, track yang panjang adalah tantangan tersendiri bagi para pendaki untuk menjajal Leuser. Memang benar, jika kita menarik garis lurus mulai dari Kampung Kedah di Kabupaten Gayo Lues, yang merupakan titik nol pendakian, hingga sampai ke puncak Gunung Leuser (3.119 Mdpl). Maka panjang jalur pendakian itu sekitar 51 KM. 

Track yang cukup menggoda bagi para pendaki

Seorang Ranger berpatroli di Kawasan Ekosistem Leuser (Sumber: Junaidi Hanafiah/Mongabay)

Namun percayalah, sepanjang jalur itu kita akan disuguhi pemandangan yang tak terlupakan. Sebab Leuser adalah Laboratorium alam yang sempurna.

KEL memiliki luas sekitar 2,63 juta hektar, yang merupakan penopang hidup bagi 4 juta penduduk. Sungai Alas yang mengalir deras membelah TNGL dan menjadi sumber kehidupan masyarakat sekitar.

Menyeberangi Sungai Alas (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
KEL juga menyimpan keanekaragaman hayati yang tinggi. Di dalam KEL terdapat 380 spesies burung dan 205 spesies mamalia. Belum lagi di dalamnya hidup empat satwa kunci Leuser yaitu badak, harimau, orangutan dan gajah. 

“Hutan hujan di dataran rendah Indonesia khususnya ekosistem Leuser merupakan sisa habitat terbaik di dunia untuk Gajah Sumatera yang terancam punah. Di hutan ini, gajah purba bermigrasi dan masih ada sekawanan gajah liar di Sumatera,” ujar Leonardo Dicaprio di Fanpage pribadinya.

Melihat semua kekayaan hayati yang dimiliki  Leuser, maka wajar jika para pecinta alam terikat secara emosional untuk menginjakkan kakinya di tempat ini, meskipun hanya sekali seumur hidup.

Bayi Orangutan di Kawasan Ekosistem Leuser (Sumber: Sonurai.com)

Maka bagi saya, mengunjungi Leuser bukan sekadar menuntaskan hasrat pertualangan kita. Bukan tentang sebuah pengakuan. Ada yang lebih istimewa dari itu yaitu agar kita semakin mengenal Leuser. Menumbuhkan kembali kesadaran kita sebagai manusia untuk menjaga alam. Menjadi pencegah untuk tangan-tangan jahil yang ingin merusak ekosistem yang sempurna ini.


Para pecinta alam, semestinya memahami benar semua ini. Untuk itulah, silahkan datang ke Leuser dan jadilah penyampai pesan kepada banyak orang. Bahwa di sini, di Kawasan Ekosistem Leuser, ada karunia Tuhan yang harus kita dijaga untuk kelangsungan hidup kita semua.

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible

12 comments:

  1. Membaca postingan ini, semakin kuat hasrat ingin menginjakkan kaki ke puncak Leuser.
    Oia, mampir juga diceritaku tentang http://www.yellsaints.com/2018/04/ceritaleuser-potensi-ekowisata-di.html?m=1#more

    BalasHapus
    Balasan
    1. Apalagi status sebagai Perempuan Leuser ya :D
      Oke Yel, ke TKP

      Hapus
  2. Penyajian ceritanya unik x bg, makin tau ternyata banyak sekali org luar yg takjub dengan Leuser...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, jangan sampai kita orang Aceh malah jadi apatis sama Leuser :D

      Hapus
  3. Mendaki gunung ini. Menurut artikel yang saya baca,katanya gunung dengan tracking panjang (selain Cartenz) katanya estimasi Pendakian bisa lebih dari 1 Minggu. Izin nya juga tidak sembarangan di bandingkan gunung lain pada umumnya ,bener ga bang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener, harus pakai porter juga. Bayangin aja panjang track-nya 51 KM hahah

      Hapus
  4. itu yang ada aliran sungainya sangat indah sekali, asri kebayang udaranya seger pastinya

    BalasHapus
  5. Wew.. kerinci mah jarak tempuhnya super panjang...
    Saia masih belum tau sanggup atau enggak...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin bisa latihan di gunung yang tracknya pendek-pendek dulu hehe

      Hapus
  6. Yah bang, saya udah 2x ke Aceh tapi belum pernah menginjakan kaki di Leuser.
    Rasa menyesal ini dan mau balik lagi ke sana ��
    Keliatan nampak seperti surga di bumi ya bang, hijau, asri dan penuh damai.

    BalasHapus